Monday, 18 July 2016

1st short story



My Angel


Aku hanya seorang lelaki biasa, tak hebat dan tak luar biasa bahkan nyaris tak punya kelebihan. Sebut saja aku Dicky, aku seorang bungsu dari dua bersaudara. Keluargaku berantakan, orangtuaku bercerai tiga tahun yang lalu saat aku masih berumur 14 tahun, SMP kelas 2 tepatnya. Sekarang umurku menginjak 17 tahun dan aku duduk di kelas 3 salah satu Sekolah Menengah Atas di kotaku.
Hari–hari kelabu ku lewati seperti biasa. Sama sekali tak ada gairah untuk mengubah hidupku. Ke sekolah, bukan kelas yang aku datangi, melainkan kantin. Entah mengapa, rasanya begitu malas ketika mendengar kata “Belajar”, apalagi jika gurunya galak, lebih baik nongkrong di kantin daripada belajar di kelas. Setiap hari bolos dan kadang-kadang aku tidak hadir, hingga kerap kali aku menjadi langganan guru BK. Pergaulanku tak terkontrol, karena tak ada yang peduli padaku! Orangtuaku meninggalkanku begitu saja dengan kak Roni, kakakku. Namun tak jauh beda dengan orangtuaku, kak Roni hanya sibuk dengan dunianya sendiri, aku hanya angin lalu baginya. Aku merasa tak berarti, sungguh miris.
Tapi aku beruntung dipertemukan dengan sesosok gadis yang luar biasa di mataku. Semuanya berubah semenjak ada dia di hidupku. Ya, dia sosok yang cerdas, ramah, pengertian dan begitu perhatian. Angel, nama gadis itu. Aku tak tahu awal dari perkenalanku dengannya, tapi yang jelas saat itu pelajaran biologi yang lamanya tiga jam mempertemukan aku dengannya. Awalnya aku terjebak mengikuti jam biologi kala itu, guru BK menyisir area sekolah termasuk kantin, tak ada seorang siswa pun yang boleh berkeliaran di luar kelas saat jam pelajaran berlangsung. Meski bosan setengah mati, tapi aku tetap bertahan duduk di kursiku.
Sepersekian detik berlalu, perhatianku tertuju pada sosok gadis cantik yang berdiri di samping papan lalu menjelaskan jawaban dari soal-soal yang diberikan bu Dini, guru biologiku dengan lincah dan mantap. Wajahnya terasa asing, aku baru pertama kali melihatnya, siswa baru. Aku menatapnya lekat, memperhatikan setiap lekuk wajahnya, lalu dia berbalik menatapku dan terlihat lengkungan senyum yang begitu indah di wajahnya, hatiku seketika meleleh saat itu juga.
Aku merasa menemukan sesuatu yang hilang selama ini, yaitu senyum tulus bundaku yang sekian lama terkubur bersama kenangan pahit itu. Aku terus mencari cara agar bisa lebih dekat dengannya, hingga akhirnya hujan deras kala itu mengabulkan segala inginku. Hujan menahanku dan dia di halte depan sekolah, hanya ada aku dan dia. Awalnya aku merasa canggung, namun sapaan dan senyum manisnya melunturkan semua itu. Hujan semakin deras, dan derasnya hujan mengantarku untuk mengenalnya lebih dekat. Semua mengalir begitu saja seperti air hujan.
Dia menjadi inspirasiku, memberiku motivasi secara tak langsung. Perlahan tapi pasti, aku mulai berubah. Kebiasaan bolos dan malasku sedikit demi sedikit aku tinggalkan. Sekarang aku betah berada di dalam kelas, tentu karena ada dia. Aku bahkan tak canggung untuk meminta bantuannya mengajariku pelajaran yang tak ku mengerti. Aku merasa dia adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk mengubahku menjadi sosok yang lebih baik. Semakin hari aku semakin dekat dengannya. Banyak hal yang kami lakukan bersama, mulai dari pulang sekolah, belajar, makan, hingga aku dan dia satu kelompok saat penelitian sejarah di salah satu Museum di kotaku. Rasanya seperti ada getar-getar cinta yang merambatiku saat aku berada di dekatnya. Dia.. dia.. dan dia..
Sosok yang benar-benar mampu merubahku, mengajariku hal yang tak pernah ku tahu, selalu mengingatkan kala aku lupa, selalu ada saat ku terpuruk sendiri. Dia begitu tulus menerima semua kekuranganku yang membuat mereka enggan untuk mendekatiku. Sebelumnya aku tak pernah sedekat ini dengan seorang perempuan, saat berada di dekatnya rasanya begitu nyaman dan damai. Aku sadari, aku menyukainya, aku menyayanginya lebih dari seorang teman. Benih-benih cinta tumbuh dan semakin berkembang hingga aku takut bila harus kehilangannya. Aku tak sanggup lagi bila harus memendam semua rasa ini untuknya, Angelku.
Akhirnya, suatu hari aku mengumpulkan semua keberanianku untuk mengungkapkan segenap perasaan ini padanya. Aku mengajaknya ke sebuah taman yang berada tak jauh dari sekolahku, sore nanti, bertepatan dengan hari ulang tahunku yang ke-17 tahun. Tiba saatnya, aku melihat Angel duduk sendiri di bangku taman itu, lalu aku berjalan menghampirinya sembari bernyanyi dan memetik senar gitarku. Lagu Mine dari Petra Sihombing mengalun begitu indah, seirama dengan petikan senar-senar gitarku. Aku bersimpuh di hadapannya dan ku genggam erat jemari-jemarinya. Aku mengungkapkan semua rasaku padanya.
Dia tersenyum begitu manis, seperti biasa. Ia mengatakan mencintaiku layaknya aku yang mencintainya. Bagiku tak ada kata yang lebih indah selain kata-kata itu. Lalu ku dekap ia erat, aku larut dalam bahagiaku, aku dan dia kini menjadi kita. Senja menjadi saksi, berartinya dia untukku dan berartinya aku untuknya. Kini tak ada lagi yang menghalangi aku dengannya, aku menemukan kesempurnaanku saat berada di sisinya. Dia bukan hanya sekedar cinta tapi juga malaikat untukku. Aku menyayanginya, semoga semua kebahagiaan ini tak akan cepat berlalu. Terima kasih Tuhan, telah mengirimkan Angel untukku.

THE END

0 comments:

Post a Comment