November ke Desember, hari-hari penuh air mata. Rindu adalah hal yang paling menguras perasaan.
November, hari-harinya
penuh dengan sejarah. Pahit dan manisnya membaur jadi satu. Tapi dalam rentetan
sejarah-sejarah itu tak kujumpai nama ataupun bayangmu.
Aku rindu padamu, pada
cerita yang sempat kita ukir bersama,
Aku rindu November
lalu, dimana semua keindahan terhampar nyata dalam benakku,
Aku rindu semua itu.
Akhir November, aku
mengulang 27 yang ke-18, jika kemarin ada kue dengan lilin yang menyala serta
ucapan dan doa-doa tulus darimu,
Hari ini, kali ini,
semua berbeda. Tak ada kue dengan lilin yang menyala, tak ada ucapan dan
doa-doa, dan lebih menyakitkan lagi, tak ada dirimu.
Jujur saja, jika bisa
aku ingin kembali pada hari dimana semua kebahagiaan itu masih kita genggam,
tawa-tawa selalu tergiang dikala semburat jingga menghias langit.
Aku rindu, rindu, dan
sangat rindu.
Semua terasa berat
tanpamu, hampa.
Kau mungkin tak tahu
berapa banyak butir-butir bening menetes dipipi,
Kau mungkin tak merasa,
betapa tersiksaknya menjalani semua ini sendiri.
Aku rindu kamu, sudah
berapa kali kalimat ini kuucap,
Kau tidak pergi, kau
hanya jauh, tapi kenapa sakit sekali rasanya?
Dari semua yang
terjadi, satu hal yang aku tahu, merindukanmu adalah kebenaran yang tidaklah
menyenangkan.
Makassar,
Desember 2016
0 comments:
Post a Comment