Wednesday, 20 July 2016

3rd short story


N (end)

Dear diary..

Hay Ry, masih ingat aku? semoga kamu gak lupa yah.
Kamu tau Ry, hingga saat ini aku masih sayang sama kamu, jujur aku gak bisa berpaling ke lain hati, masih kamu dan akan tetap kamu.
Aku masih ingat dengan jelas Ry, pertama kali kita ketemu, first impresion kita sungguh sangat biasa, aku yang suka menghabiskan waktu luangku di cafe bernuasa santai di simpang jalan itu tak sengaja bertemu denganmu di senja hari yang hujan itu. Aku meneguk kopi cappucinno yang masih tersisa di cangkirku saat kamu dan teman-temanmu masuk kedalam cafe, aku menatapmu sekilas ry, dan kamu membalas tatapanku sembari melempar senyum kemudian berlalu. Hanya sampai disitu pertemuan pertama kita, karena selepas melihat senyummu aku pun bangkit dan meninggalkan cafe.
Esoknya, sungguh tak terduga. ketika aku membunyikan bel rumah Ivy, sahabat baikku, sosokmulah yang kutemui ketika pintu terbuka. Kita sama-sama kaget,namun kamu begitu lihai menguasai suasana hingga kamu pun menyadarkanku dan bertanya tujuan kedatanganku, setelah mendengarnya, kau mempersilahkan aku untuk masuk. Sungguh Ry,aku menyukai kebetulan ini, pertemuan kedua kita.
Ohya ,hampir lupa, Ivy memperkenalkanmu padaku sebagai kerabatnya, namun sungguh sebelumnya  aku tak pernah mendengar cerita apapun tentangmu darinya, tapi apa peduliku? Yang terpenting adalah apa yang terjadi saat ini.

 Senyummu mampu menawanku, Ry. Lesung pipi dan gingsulmu adalah hal yang paling aku sukai, dan kamu adalah lelaki terramah yang pernah aku temui, buktinya pada pertemuan kedua kita yang tak disengaja pun sikapmu sungguh manis hingga aku dengan mudah mengakrabkan diri, sungguh aku bahkan tak ingin hari itu berlalu. Namun waktu menciptakan jarak untuk mengahadirkan rindu, kamu tau itu kan, Ry? Aku pun pulang setelah semua urusanku dengan Ivy selesai. Semenjak hari itu, aku selalu menyelipkan namamu disetiap doa’ku, aku berharap semoga dapat bertemu lagi denganmu. 

Kamu tau Ry, Tuhan begitu baik padaku. Do’aku terkabul, empat hari setelah itu kamu mengubungiku, sekedar berbasa-basi menanyakan kabar lalu berakhir pada undangan bertemu lagi di cafe tempat pertama kali kita bertemu, aku sungguh bahagia saat itu, tanpa berpikir lama akupun mengiyakannya.

Dengan kemeja biru tosca tanpa lengan dipadukan dengan rok hitam selutut, tak lupa flatshoes serta slimbag yang senada dengan warna rok membuatku percaya diri melangkah masuk ke cafe disimpang jalan itu. Tampak di meja sudut dekat jendela, kamu sudah lebih dulu menungguku. Jaket hitam yang kamu kenakan membuatmu terlihat semakin tampan, Ry, dan aku menyukai itu. 

Asap dari dua cangkir kopi cappucinno di hadapan kita mengiringi obrolan manis nan hangat kita. Katamu, kau menyukai rambut hitam sebahuku, katamu juga wanita yang tampak feminin sepertiku adalah tipe idealmu, sungguh aku tersipu, Ry. Aku pun tak mau kalah, tanpa malu-malu kuakui bahwa aku begitu menyukai senyum dan lesung pipimu itu, kamupun tampak merona. Jujur saja ry, aku jatuh cinta padamu saat itu juga, saat mata kita saling menatap satu sama lain. Benar kata orang-orang, hanya butuh waktu 3 detik untuk jatuh cinta, 3 detik yang sungguh berharga itu aku dapatkan darimu, Ry.

Hari-hari berikutnya, frekuensi pertemuan kita meningkat, Ry. Ada saja tempat-tempat indah nan romantis yang katamu ingin kau kunjungi bersamaku, seperti malam itu di bukit bintang, katamu tempat ini adalah favoritmu dan sekarang menjadi favoritku juga. Aku menyukainya karena disini begitu tenang, kerlap kerlip lampu kota nampak indah dilihat dari ketinggian bukit itu dan tentu saja pemandangan langit malam yang penuh dengan bintang menjadi yang terindah. Alunan musik lembut dari earphone menambah romantis atmosfer sekeliling kita, sepoi angin malam mengelus lembut kulitku, sepertinya ia ingin membuatku menggigil Ry, namun tangan hangantmu mengenggam lembut jemariku, membuatku merasa hangat. Seandainya malam tak pekat, mungkin kau akan melihat betapa meronanya pipiku, Ry. Untuk sejenak aku bahkan tak takut bila ada angin kencang yang menamparku sekalipun, karena aku tau hangatmu akan menaungiku. Sekali lagi, aku jatuh cinta padamu, Ry.

Malam-malam berikutnya, suara nyanyianmu adalah lagu pengantar tidurku ,petikan senar-senar gitarmu terdengar begitu merdu, Ry apalagi ketika dipadukan dengan suara lembutmu, membuatku merinding dan tersentuh ketika mendengarkannya. Aku bahkan sempat bertanya, mengapa kamu tak menjadi penyanyi saja?

Kamu membuatku jatuh cinta lagi dan lagi, Ry. Bahkan dengan sebait kata di fitur pesan pun kau mampu membuatku tersenyum dan tersipu. Aku kadang-kadang lupa dimana tempatku berada, di bumi atau di langit? Sungguh, Ry, kamu adalah hal terindah yang pernah ada dihidupku yang kelam, pelangi adalah gambaran yang tepat untukmu. Karena, pelangi selalu hadir setelah mendung yang membawa hujan.

Sebelumnya, selepas kepergian ayah, lelaki terhebatku, orang yang paling dekat denganku, aku bahkan lupa bagaimana caranya tersenyum. Mereka yang berada disekelilingku nyaris putus asa membuatku kembali seperti dulu, namun hadirmu mampu membuatku tersenyum kembali, Ry, terima kasih.

Karena kita tak pernah tau dengan siapa kita akan jatuh cinta, begitu pun aku dan kamu, Ry. Meski kita tak pernah mengungkapkannya, namun aku tau kita saling mencintai, Ry, tatapan matamu yang memberitahuku dan tatapan mataku jugalah yang memberitahumu, sungguh sederhana.

Namun, seandainya aku tahu sederhana itulah yang kini paling kusesali, aku akan memaksa untuk mengungkapkannya, Ry, apapun yang terjadi.
Akhir bulan, kamu berpamitan padaku, Ry, katamu kamu akan melanjutkan studymu diluar kota. Sungguh, aku tak tahu harus berkata apa, selain merelakanmu. Kamu meyakinkanku bahwa kita akan baik-baik saja. 

Memang, tiga bulan pertama kita masih baik-baik saja, Ry, namun setelahnya kamu hilang kabar. Awalnya aku tak mempermasalahkannya, karena aku juga sibuk dengan studyku di kota ini, namun lama-lama aku juga tak sanggup lagi melerai rindu-rinduku,Ry, terutama pada nyanyian pengantar tidurku. Berkali-kali aku coba menghubungimu, namun jawaban-jawaban singkat yang kudapat darimu kadang juga tanpa balasan sedikitpun.

Aku juga berusaha mencari tahu kabarmu dari Ivy, namun ia juga sama halnya denganku, tak mendapat kabar apa-apa darimu. Aku merasa semakin kalut, Ry. Tahukah kamu? Rindu kerap kali membawaku kembali ke masa-masa indah kita, membuatku semakin menyesali ikatan yang tak pernah terjalin diantara kita, meski aku dan kamu saling mencintai, Ry. Aku menyesali hal yang kuanggap sederhana itu,saling mencintai tanpa harus mengunggkapkannya. Sekarang aku tahu betul, Ry, sebuah ikatan akan membuat kita kuat untuk bertahan dan menunggu dan salah kita yang tak pernah melanjutkan  simpul menjadi ikatan.

Berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan aku menunggu kabar darimu, Ry, namun sebaris pesanpun tak ada yang kuterima. Mungkin karena terlalu lelah menunggu, aku bahkan membecimu, aku membencimu yang tak lagi rindu pada rambut hitam sebahuku, aku membencimu yang tak lagi menyanyikan lagu pengantar tidur untukku, aku membencimu yang begitu cepat melupakan bukit bintang kita, melupakan genggaman hangat jemarimu, aku membencimu yang melupakan kepulan asap dua cangkir kopi cappucinno yang menemani obrolan manis nan hangat kita, aku membecimu yang melupakan pengakuanku bahwa aku sungguh menyukai senyum dan lesung pipimu, aku benci kamu, Ry.

Kamu mungkin tak merasakan, bagaimana rindu membunuhku dengan perlahan, Ry. Bahkan aku tak ingin bertemu denganmu lagi,sakit Ry, ketika menyadari kamu yang begitu cepat lupa, sedangkan aku yang berusaha tetap menjaga apa yang pernah kita miliki.
*
“clekk!” aku menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka, tampak sosok bunda berjalan menhampiriku. “Ngel, ayok siap-siap sayang, nanti terlambat” suara lembut bunda mengingatkanku untuk segera mengakhiri aktivitas menulisku. “iya, bun. Angel mau nyelasaiin dulu diarynya” jawabku sekenanya. “oke, sayang. Bunda tunggu di bawah yah” ujar bunda sembari mengelus lembut bahuku, aku hanya membalasnya dengan senyum simpul.
*
 Seandainya aku tahu kamu akan pergi begitu saja, dari awal aku tak akan membiarkan hatiku menyayangimu, Ry. Seandainya aku tahu kamu akan menggoreskan luka yang sama, aku lebih memilih untuk tak mengenalmu, Ry, terlalu sakit.

Kamu jahat, Ry, sungguh. Bahkan lebih jahat dari melupakan semua kenangan-kenangan indah kita. Katamu, kamu keluar kota untuk melanjutkan studymu, nyatanya tidak. Kamu menjauh dariku karena tak ingin berbagi rasa sakitmu. Jika saja aku tak memaksa Ivy membuka mulut dengan sikapku yang memprihatinkan, mungkin saja aku tak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi padamu, Ry.

Aku merasa bersalah karena telah membencimu, Ry, maaf untuk semua itu. Aku sungguh tak tahu. Tak menghubungiku bukanlah sebuah kesengajaan bagimu, kamu bahkan tak bisa memetik gitarmu karena banyaknya terapi dan pengobatan yang harus kamu jalani, Ry, apalagi menyanyikan lagu pengantar tidur untukku. Bukannya kamu sengaja melupakan kenangan manis kita, tapi karena memang ingatanmu tak sanggup untuk mengingatnya lagi. Kanker otakmu memisahkan dunia kita.

Selamat beristirahat, Ry. Terima kasih untuk semua hal indah yang pernah kamu berikan padaku, terima kasih karena telah menjadi pelangi setelah hujanku, terima kasih karena telah menjadi hal terindah dalam hidupku.
Hari ini aku akan mengunjungimu Ry, setelah setahun lamanya kamu meninggalkanku.

Aku mencintaimu, kamu akan tetap jadi Andryku selamanya,

Aku janji Ry, takkan membiarkanmu menunggu lebih lama, karena waktuku di dunia ini hampir habis. Aku mengidap penyakit yang sama denganmu.

Sampai ketemu di kehidupan selanjutnya, Andry.

Love,
Angel.

0 comments:

Post a Comment