N (end)
Dear diary..
Hay Ry, masih ingat aku? semoga kamu
gak lupa yah.
Kamu tau Ry, hingga saat ini aku masih
sayang sama kamu, jujur aku gak bisa berpaling ke lain hati, masih kamu dan
akan tetap kamu.
Aku masih ingat dengan jelas Ry,
pertama kali kita ketemu, first impresion kita sungguh sangat biasa, aku yang
suka menghabiskan waktu luangku di cafe bernuasa santai di simpang jalan itu
tak sengaja bertemu denganmu di senja hari yang hujan itu. Aku meneguk kopi
cappucinno yang masih tersisa di cangkirku saat kamu dan teman-temanmu masuk
kedalam cafe, aku menatapmu sekilas ry, dan kamu membalas tatapanku sembari
melempar senyum kemudian berlalu. Hanya sampai disitu pertemuan pertama kita,
karena selepas melihat senyummu aku pun bangkit dan meninggalkan cafe.
Esoknya, sungguh tak terduga. ketika
aku membunyikan bel rumah Ivy, sahabat baikku, sosokmulah yang kutemui ketika
pintu terbuka. Kita sama-sama kaget,namun kamu begitu lihai menguasai suasana
hingga kamu pun menyadarkanku dan bertanya tujuan kedatanganku, setelah
mendengarnya, kau mempersilahkan aku untuk masuk. Sungguh Ry,aku menyukai
kebetulan ini, pertemuan kedua kita.
Ohya ,hampir lupa, Ivy
memperkenalkanmu padaku sebagai kerabatnya, namun sungguh sebelumnya aku tak pernah mendengar cerita apapun
tentangmu darinya, tapi apa peduliku? Yang terpenting adalah apa yang terjadi
saat ini.
Senyummu mampu menawanku, Ry. Lesung pipi dan
gingsulmu adalah hal yang paling aku sukai, dan kamu adalah lelaki terramah
yang pernah aku temui, buktinya pada pertemuan kedua kita yang tak disengaja
pun sikapmu sungguh manis hingga aku dengan mudah mengakrabkan diri, sungguh
aku bahkan tak ingin hari itu berlalu. Namun waktu menciptakan jarak untuk
mengahadirkan rindu, kamu tau itu kan, Ry? Aku pun pulang setelah semua
urusanku dengan Ivy selesai. Semenjak hari itu, aku selalu menyelipkan namamu
disetiap doa’ku, aku berharap semoga dapat bertemu lagi denganmu.
Kamu tau Ry, Tuhan begitu baik padaku.
Do’aku terkabul, empat hari setelah itu kamu mengubungiku, sekedar berbasa-basi
menanyakan kabar lalu berakhir pada undangan bertemu lagi di cafe tempat
pertama kali kita bertemu, aku sungguh bahagia saat itu, tanpa berpikir lama
akupun mengiyakannya.
Dengan kemeja biru tosca tanpa lengan
dipadukan dengan rok hitam selutut, tak lupa flatshoes serta slimbag yang
senada dengan warna rok membuatku percaya diri melangkah masuk ke cafe
disimpang jalan itu. Tampak di meja sudut dekat jendela, kamu sudah lebih dulu
menungguku. Jaket hitam yang kamu kenakan membuatmu terlihat semakin tampan, Ry,
dan aku menyukai itu.
Asap dari dua cangkir kopi cappucinno
di hadapan kita mengiringi obrolan manis nan hangat kita. Katamu, kau menyukai
rambut hitam sebahuku, katamu juga wanita yang tampak feminin sepertiku adalah
tipe idealmu, sungguh aku tersipu, Ry. Aku pun tak mau kalah, tanpa malu-malu
kuakui bahwa aku begitu menyukai senyum dan lesung pipimu itu, kamupun tampak
merona. Jujur saja ry, aku jatuh cinta padamu saat itu juga, saat mata kita
saling menatap satu sama lain. Benar kata orang-orang, hanya butuh waktu 3
detik untuk jatuh cinta, 3 detik yang sungguh berharga itu aku dapatkan darimu,
Ry.
Hari-hari berikutnya, frekuensi
pertemuan kita meningkat, Ry. Ada saja tempat-tempat indah nan romantis yang
katamu ingin kau kunjungi bersamaku, seperti malam itu di bukit bintang, katamu
tempat ini adalah favoritmu dan sekarang menjadi favoritku juga. Aku
menyukainya karena disini begitu tenang, kerlap kerlip lampu kota nampak indah
dilihat dari ketinggian bukit itu dan tentu saja pemandangan langit malam yang
penuh dengan bintang menjadi yang terindah. Alunan musik lembut dari earphone
menambah romantis atmosfer sekeliling kita, sepoi angin malam mengelus lembut
kulitku, sepertinya ia ingin membuatku menggigil Ry, namun tangan hangantmu
mengenggam lembut jemariku, membuatku merasa hangat. Seandainya malam tak
pekat, mungkin kau akan melihat betapa meronanya pipiku, Ry. Untuk sejenak aku
bahkan tak takut bila ada angin kencang yang menamparku sekalipun, karena aku
tau hangatmu akan menaungiku. Sekali lagi, aku jatuh cinta padamu, Ry.
Malam-malam berikutnya, suara
nyanyianmu adalah lagu pengantar tidurku ,petikan senar-senar gitarmu terdengar
begitu merdu, Ry apalagi ketika dipadukan dengan suara lembutmu, membuatku
merinding dan tersentuh ketika mendengarkannya. Aku bahkan sempat bertanya,
mengapa kamu tak menjadi penyanyi saja?
Kamu membuatku jatuh cinta lagi dan
lagi, Ry. Bahkan dengan sebait kata di fitur pesan pun kau mampu membuatku
tersenyum dan tersipu. Aku kadang-kadang lupa dimana tempatku berada, di bumi
atau di langit? Sungguh, Ry, kamu adalah hal terindah yang pernah ada dihidupku
yang kelam, pelangi adalah gambaran yang tepat untukmu. Karena, pelangi selalu
hadir setelah mendung yang membawa hujan.
Sebelumnya, selepas kepergian ayah,
lelaki terhebatku, orang yang paling dekat denganku, aku bahkan lupa bagaimana
caranya tersenyum. Mereka yang berada disekelilingku nyaris putus asa membuatku
kembali seperti dulu, namun hadirmu mampu membuatku tersenyum kembali, Ry,
terima kasih.
Karena kita tak pernah tau dengan
siapa kita akan jatuh cinta, begitu pun aku dan kamu, Ry. Meski kita tak pernah
mengungkapkannya, namun aku tau kita saling mencintai, Ry, tatapan matamu yang
memberitahuku dan tatapan mataku jugalah yang memberitahumu, sungguh sederhana.
Namun, seandainya aku tahu sederhana
itulah yang kini paling kusesali, aku akan memaksa untuk mengungkapkannya, Ry,
apapun yang terjadi.
Akhir bulan, kamu berpamitan padaku,
Ry, katamu kamu akan melanjutkan studymu diluar kota. Sungguh, aku tak tahu
harus berkata apa, selain merelakanmu. Kamu meyakinkanku bahwa kita akan
baik-baik saja.
Memang, tiga bulan pertama kita masih baik-baik saja, Ry, namun
setelahnya kamu hilang kabar. Awalnya aku tak mempermasalahkannya, karena aku
juga sibuk dengan studyku di kota ini, namun lama-lama aku juga tak sanggup
lagi melerai rindu-rinduku,Ry, terutama pada nyanyian pengantar tidurku.
Berkali-kali aku coba menghubungimu, namun jawaban-jawaban singkat yang kudapat
darimu kadang juga tanpa balasan sedikitpun.
Aku juga berusaha mencari tahu kabarmu
dari Ivy, namun ia juga sama halnya denganku, tak mendapat kabar apa-apa
darimu. Aku merasa semakin kalut, Ry. Tahukah kamu? Rindu kerap kali membawaku
kembali ke masa-masa indah kita, membuatku semakin menyesali ikatan yang tak
pernah terjalin diantara kita, meski aku dan kamu saling mencintai, Ry. Aku
menyesali hal yang kuanggap sederhana itu,saling mencintai tanpa harus
mengunggkapkannya. Sekarang aku tahu betul, Ry, sebuah ikatan akan membuat kita
kuat untuk bertahan dan menunggu dan salah kita yang tak pernah
melanjutkan simpul menjadi ikatan.
Berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan
aku menunggu kabar darimu, Ry, namun sebaris pesanpun tak ada yang kuterima.
Mungkin karena terlalu lelah menunggu, aku bahkan membecimu, aku membencimu
yang tak lagi rindu pada rambut hitam sebahuku, aku membencimu yang tak lagi
menyanyikan lagu pengantar tidur untukku, aku membencimu yang begitu cepat
melupakan bukit bintang kita, melupakan genggaman hangat jemarimu, aku
membencimu yang melupakan kepulan asap dua cangkir kopi cappucinno yang
menemani obrolan manis nan hangat kita, aku membecimu yang melupakan
pengakuanku bahwa aku sungguh menyukai senyum dan lesung pipimu, aku benci
kamu, Ry.
Kamu mungkin tak merasakan, bagaimana
rindu membunuhku dengan perlahan, Ry. Bahkan aku tak ingin bertemu denganmu
lagi,sakit Ry, ketika menyadari kamu yang begitu cepat lupa, sedangkan aku yang
berusaha tetap menjaga apa yang pernah kita miliki.
*
“clekk!” aku menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka, tampak sosok
bunda berjalan menhampiriku. “Ngel, ayok siap-siap sayang, nanti terlambat”
suara lembut bunda mengingatkanku untuk segera mengakhiri aktivitas menulisku.
“iya, bun. Angel mau nyelasaiin dulu diarynya” jawabku sekenanya. “oke, sayang.
Bunda tunggu di bawah yah” ujar bunda sembari mengelus lembut bahuku, aku hanya
membalasnya dengan senyum simpul.
*
Seandainya aku tahu kamu akan pergi begitu
saja, dari awal aku tak akan membiarkan hatiku menyayangimu, Ry. Seandainya aku
tahu kamu akan menggoreskan luka yang sama, aku lebih memilih untuk tak
mengenalmu, Ry, terlalu sakit.
Kamu jahat, Ry, sungguh. Bahkan lebih
jahat dari melupakan semua kenangan-kenangan indah kita. Katamu, kamu keluar
kota untuk melanjutkan studymu, nyatanya tidak. Kamu menjauh dariku karena tak
ingin berbagi rasa sakitmu. Jika saja aku tak memaksa Ivy membuka mulut dengan
sikapku yang memprihatinkan, mungkin saja aku tak akan pernah tahu apa yang
sebenarnya terjadi padamu, Ry.
Aku merasa bersalah karena telah
membencimu, Ry, maaf untuk semua itu. Aku sungguh tak tahu. Tak menghubungiku
bukanlah sebuah kesengajaan bagimu, kamu bahkan tak bisa memetik gitarmu karena
banyaknya terapi dan pengobatan yang harus kamu jalani, Ry, apalagi menyanyikan
lagu pengantar tidur untukku. Bukannya kamu sengaja melupakan kenangan manis
kita, tapi karena memang ingatanmu tak sanggup untuk mengingatnya lagi. Kanker
otakmu memisahkan dunia kita.
Selamat beristirahat, Ry. Terima kasih
untuk semua hal indah yang pernah kamu berikan padaku, terima kasih karena telah
menjadi pelangi setelah hujanku, terima kasih karena telah menjadi hal terindah
dalam hidupku.
Hari ini aku akan mengunjungimu Ry,
setelah setahun lamanya kamu meninggalkanku.
Aku mencintaimu, kamu akan tetap jadi
Andryku selamanya,
Aku janji Ry, takkan membiarkanmu
menunggu lebih lama, karena waktuku di dunia ini hampir habis. Aku mengidap
penyakit yang sama denganmu.
Sampai ketemu di kehidupan
selanjutnya, Andry.
Love,
Angel.